Rabu, 15 Oktober 2014

SITUS SEJARAH DIKABUPATEN BLORA

SITUS SEJARAH DIKABUPATEN BLORA
Blora merupakan sebuah kabupaten yang
terdapat di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten
Blora sebagai sebuah kota telah meninggalkan
banyak situs yang berserakan. Hal ini berkaitan
dengan adanya peninggalan dari kerajaan jipang
panolan dan situs wura-wari. Situs-situs sejarah
ini misalnya:
* Perpustakaan Daerah
Perpustakaan daerah biasanya merupakan
sebuah perpustakaan yang lokasinya di tingkat
kabupaten. Sebagai contoh misalnya:
perpustakaan yang ada dikabupaten Blora yang
beralamat di jalan A.Yani kompleks GOR Kolonel
Soenandar. Di perpustakaan ini tersimpan
berbagai macam koleksi sumber sejarah tertulis
yang meliputi berbagai bidang serta buku-buku
mengenai sejarah blora, kebudayaan blora, suku
Samin dan sumber-sumber lain yang kompeten
dalam penulisan sejarah.
* Museum Mahameru
Berawal dari rasa iri, meri terhadap kabupaten
tetangga seperti Rembang, Pati, Grobogan, dan
Bojonegoro (Jawa Timur), Mahameru ini
dibangun,” ungkap Ketua Yayasan Mahameru
Blora Gatot Pranoto BE. Pada awalnya, dengan
merekrut beberapa personel muda yang memiliki
keinginan untuk pelestarian budaya dan sejarah,
obsesi Mahameru masih ambyah-ambyah atau
kurang terfokus. Begitu berdiri, tidak tanggung-
tanggung langsung berbadan hukum. Kali
pertama yang dilakukan sejumlah personel
Mahameru adalah menelusuri literatur dan studi
lapangan dengan obsesi menyusun buku sejarah
Blora. Latar belakangnya, selama ini masih
terlalu banyak versi penyusunan sehingga buku
sejarah Blora ini belum diketahui ending-nya.
Didorong oleh keinginan terus maju, tidak puas
dengan apa yang diraih saat ini, Yayasan
Mahameru secara rutin menerjunkan tim
penelusur dan pemantau benda-benda bersejarah
ke seluruh pelosok di Blora. Fosil binatang
raksasa, pecahan keramik dari negeri manca,
bebatuan, tosanaji telah ditemukan tim ekspedisi
itu. penemuan fosil kerbau purba yang
diperkirakan sudah berusia 1 juta – 2 juta tahun
lalu di Kecamatan Menden, Blora, kini tim
Yayasan Mahameru Blora kembali menemukan
fosil binatang purba jenis pemakan daging yang
diperkirakan juga berusia jutaan tahun. Temuan
fosil baru itu secara lisan telah dilaporkan ke
Dinas Pariwisata Blora dan barangnya saat ini
untuk sementara disimpan di Rumah Sejarah
Blora..
Temuan di Desa Rowobungkul adalah pecahan
keramik yang diperkirakan peninggalan zaman
Dinasti Ming, sebagian peninggalan Dinasti
Tsung dan Dinasti Tsing. Yang menarik,
hamparan pecahan keramik itu berada di area
yang sangat luas, 20 hektare
Benda bersejarah yang menjadi koleksi Museum
Mahameru bertambah 1 buah, yaitu berupa 1
kotak wayang kulit (50 – 70 buah). Benda
tersebut dihibahkan warga Desa Jatisari,
Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.
Dihibahkannya wayang kulit tersebut dilatar
belakangi cerita mistis, namun menjadi fakta
ditengah kehidupan warga Jatisari. Menurut
Ketua Yayasan Mahameru Blora, Gatot Pranoto,
warga desa menyebut benda yang dihibahkan
tersebut sebagai wayang kulit Malati. Pemberian
nama itu dilatarbelakangi oleh kejadian aneh
yang menimpa setiap warga yang menyimpan
wayang kulit tersebut, ketika disimpan di rumah
salah seorang perangkat desa, tanpa diketahui
penyebabnya tiba – tiba salah seorang anggota
keluarga perangkat itu jatuh sakit. Dan anehnya,
saat wayang kulit itu dipindahkan ke tempat lain,
warga yang sakit itu sembuh. Peristiwa itu
terjadi berulang kali di Desa Jatisari. Setelah
mengalami peristiwa yang sama, warga desa
sepakat membiarkan wayang kulit itu di Balai
Desa.
* Lubang Buaya Dukuh Pohrendeng
Lubang buaya ini merupakan tempat
pembuangan mayat korban PKI 1948 yang
terletak di dukuh Pohrendeng, Desa Maguwan
kecamatan Tunjungan. Korban dari PKI ini yaitu
Mr. Iskandar yang merupakan Presiden Landraad
pada pengadilan Negeri Blora sejak penjajahan
yang diangkat menjadi bupati blora ketika
Indonesia merdeka. Ketika menculik Mr. Iskandar
tertangkap terikut pula dokter Susanto yang
merawat Mr. Iskandar dan seorang camat
margorojo pati yang bernama Oetoro. Selain itu
dua orang lagi dari blora yaitu Gunandar dan
Abu Umar.
* Sunan Pojok
Makam Sunan Pojok terletak di jantung Kota
Blora dekat dengan Alun-Alun Kota Blora,
tepatnya berada disebelah Utara Pasar Kota
Blora, sangat strategis dan mudah dijangkau
baik dengan kendaraan roda dua maupun roda
empat. Menurut data inventaris Kepurbakalaan
dari Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Blora
serta hasil dari pendapat sebagian tokoh
masyarakat mengenai data-data makam para
tokoh Pemerintahan dan Keagamaan pada waktu
dulu, merupakan awal mula pemerintahan di
Kabupaten Blora. Barangkali dari sini dapat
digambarkan asal mula Kabupaten Blora. Makam
Sunan Pojok adalah Makam Pangeran Surobahu
Abdul Rohim. Sebelumnya beliau adalah seorang
perwira di Mataram yang telah berhasil
memadamkan kerusuhan di daerah pesisir utara
atau tepatnya didaerah Tuban, sekembalinya dari
Tuban diperjalanan beliau jatuh sakit dan
meninggal dunia di Desa Pojok Blora.
* Situs Wura-Wari
Lokasi Situs Wura-wari ini dari Jipang, Ngloram
dapat ditempuh dengan berkendaraan sekitar
sepuluh menit. Haji Wura-Wari adalah penguasa
bawahan (vasal) yang pada tahun 1017 Masehi
menyerang Kerajaan Mataram Hindu (semasa
Raja Darmawamsa Tguh). Saat itu Kerajaan
Mataram Hindu berpusat di daerah yang
sekarang dikenal dengan Maospati, Magetan,
Jawa Timur. Serangan dilakukan ketika pesta
pernikahan putri Raja Darmawamsa Teguh
dengan Airlangga, yang juga keponakan raja,
sedang dilangsungkan.
Membalas dendam atas kematian istri, mertua,
dan kerabatnya, Airlangga yang lolos dari
penyerangan dan tinggal di Wanagiri (di daerah
perbatasan Jombang-Lamongan), akhirnya balik
menghancurkan Haji Wura-Wari. Namun,
sebelumnya Haji Wura-Wari terlebih dahulu
menyerang Airlangga sehingga dia terpaksa
mengungsi dan keluar dari keratonnya di Wattan
Mas (sekarang Kecamatan Ngoro, Pasuruan,
Jawa Timur).
Serangan balik Airlangga, yang ketika itu sudah
dinobatkan menggantikan Darmawamsa Tguh,
ditulis dalam Prasasti Pucangan (abad XI) yang
terjadi pada tahun 1032 M. Serangan itu pula
yang memperkuat dugaan batu bata kuno
berserakan di sekitar situs tersebut.
Situs yang ditemukan tim ekspedisi berada di
tengah tegalan, di tepi persawahan, berupa
tumpukan batu bata kuno berlumut yang kini
dijadikan areal pemakaman.. Sejak tahun 2000,
telah dikumpulkan serpihan batu bata kuno
berukuran 20 x 30 sentimeter dengan tebal
sekitar 4 cm, serpihan keramik, serta serpihan
perunggu yang kini disimpan di Museum
Mahameru.
Temuan di situs itu memperkuat isi Prasasti
Pucangan bertarikh Saka 963 (1041/1042
Masehi) yang pernah diuraikan ahli huruf kuno
(epigraf) Boechori dari Universitas Indonesia.
Boechori menyebutkan, …Haji Wura-Wari mijil
sangke Lwaram. Mijil mempunyai arti keluar
(muncul dari).
Hasil analisis toponimi (nama tempat),
kemungkinan nama Lwaram berubah menjadi
Desa Ngloram sekarang. “Pelesapan konsonan
’w’, penyengauan di awal kata, dan perubahan
vokal ’a’ menjadi ’o’ menjadikan nama lama
Lwaram menjadi Ngloram sekarang. Penjelasan
seperti itu pula yang membantah berbagai
pendapat terdahulu yang menyebutkan Haji
Wura-Wari berasal dari daerah Indocina atau
Sumatera sebagai koalisi Sriwijaya. Cepu
memiliki data arkeologis, toponimi, dan geografis
kuat untuk melokasikannya di tepian Bengawan
Solo di Desa Ngloram.
* Petilasan Kadipaten Jipang Panolan
Petilasan Kadipaten Jipang Panolan berada di
Desa Jipang, sekitar 8 kilometer dari kota Cepu.
Petilasannya berwujud makam Gedong Ageng
yang dahulu merupakan pusat pemerintahan dan
bandar perdagangan Kadipaten Jipang. Di
tempat tersebut juga terlihat Petilasan Siti
Hinggil, Petilasan Semayam Kaputren, Petilasan
Bengawan Sore, dan Petilasan Masjid.
Ada juga makam kerabat kerajaan, antara lain
makam R Bagus Sumantri, R Bagus
Sosrokusumo, RA Sekar Winangkrong, dan
Tumenggung Ronggo Atmojo. Di sebelah utara
Makam Gedong Ageng, terdapat Makam Santri
Songo. Disebut demikian karena di situ ada
sembilan makam santri dari Kerajaan Pajang
yang dibunuh oleh prajurit Jipang karena
dicurigai sebagai telik sandi atau mata-mata
Sultan Hadiwijaya.
* Cepu, Nglobo, Ledok, dan Wonocolo
Jumlah sumur tua yang ada mencapai 648 buah
dengan 112 di antaranya masih aktif
memproduksi minyak. Perlu diketahui, sumur
minyak di Cepu ini kali pertama ditemukan pada
tahun 1890 oleh Bataafsche Petroleum
Maatchappij (BPM), sebuah perusahaan minyak
dari Belanda, yang kemudian namanya berubah
menjadi Shell. Sebagian besar sumur tua
tersebut masih ditambang secara tradisional oleh
masyarakat setempat. Mereka menggunakan tali
dan timba yang ditarik oleh sekitar 15 orang atau
memanfaatkan sapi untuk menderek. Sumur-
sumur tua itu umumnya berada di areal
perbukitan dan di tengah-tengah kawasan hutan
jati. Maka, perlu upaya ekstra untuk bisa
melihatnya
* Makam Purwo Suci Ngraho Kedungtuban
Makam Purwo Suci terletak di Dukuh Kedinding,
Desa Ngraho, Kecamatan Kedungtuban lebih
kurang 43 km kearah tenggara dari Kota Blora,
mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua
maupun roda empat sampai ke jalan desa
kemudian untuk mencapai makam dolanjutkan
dengan berjalan kaki lebih kurang 500 m sambil
menikmati pemandangan alam, karena letaknya
berada di puncak perbukitan dengan luas areal
bangunan makam lebih kurang 49 persegi.
Menurut informasi atau cerita dari masyarakat
setempat Makam Purwo Suci adalah makam
seorang Adipati Penolan sesudah Haryo
Penangsang bernama Pangeran Adipati
Notowijoyo. Di dalam halaman makam tersebut
juga terdapat Makam Nyai Tumenggung Noto
Wijoyo, karena jasa-jasanya, sampai saat ini
makam tersebut masih banyak dikunjungi oleh
masyarakat untuk tujuan tertentu, bahkan pernah
dipugar oleh Bupati Blora pada tahun 1864
dengan memakai sandi sengkolo, Karenya Guna
Saliro Aji ( tahun 1864 ). Menurut ceritera yang
panjang, makam ini cocok dikunjungi oleh
wisatawan yang senang akan olah roso dan olah
kebatinan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
* Makam Maling Gentiri
Makam Maling Gentiri terletak di Desa
Kawengan, Kecamatan Jepon, lebih kurang 12
km kearah Timur dari Kota Blora, mudah
dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun
roda empat. Menurut buku karya Sartono Dirdjo
( Tahun 1984 ), serta buku Tradisional Blora
karya Prof. DR.Suripan Sadi Hutomo ( tahun
1966 ) serta hasil dari cerita rakyat, Gentiri
adalah putra dari Kyai Ageng Pancuran yang
saat hidupnya mempunyai kesaktian tinggi
( sakti mondroguna ), suka menolong kepada
orang yang sedang kesusahan, orang yang tidak
mampu dan sebagainya, suka mencuri ( maling )
namun bukan untuk dirinya sendiri melainkan
untuk orang lain yang sedang kesusahan. Maling
Gentiri dijuluki Ratu Adil yang dianggap sebagai
tokoh yang suka mengentaskan rakyat dari
kemiskinan. Dengan perjalanan sejarah yang
panjang akhirnya Maling Gentiri sadar dan
semua perbuatan yang melanggar hukum dia
tinggalkan, hingga akhirnya dia meninggal dan
dimakamkan di Ds. Kawengan, Kecamatan
Jepon. Karena jasa-jasanya banyak, masyarakat
setempat atau dari daerah lain yang datang ke
makam tersebut karena masih dianggap keramat
(Karomah), baik untuk berziarah maupun untuk
tujuan tertentu.
* Makam Jati Kusumo dan Jati Swara
Makam Jati Kusumo dan Jati Swara terletak di
Desa Janjang, Kecamatan Jiken lebih kurang 31
km kearah Tenggara dari Kota Blora atau lebih
kurang 10 km dari Kecamatan Jiken, mudah
dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun
roda empat. Dengan luas areal lebih kurang 1 Ha
yang didalamnya terdapat Makam Jati Kusumo
dan Jati Swara, makam Rondo Kuning ( putri
yang tergila-gila ingin diperistri oleh kedua
bangsawan tersebut ), empat makam sahabat ,
Bangsal sesaji, Guci berisi air ( dianggap punya
karomah ), Batu Pasujudan, dan juga bangsal
untuk pertunjukan Wayang Krucil. Menurut
ceritera rakyat setempat Pangeran Jati Kusumo
dan Jati Swara adalah dua bersaudara kakak
beradik putra dari Sultan Pajang, Mempunyai
kesaktian yang tinggi, suka menolong orang lain,
suka mengembara kemana-mana dengan tujuan
untuk menyebarkan Agama Islam. Terbukti
dengan adanya bangunan masjid disana karena
jasa-jasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon kritik & saranya lur